Archive for October, 2010

FISIOLOGI (ADAPTASI)

RESUME

ADAPTASI FUNGSI ORGAN TUBUH TERHADAP

OLAHRAGA JANGKA PANJANG

Dalam latihan olahraga yang teratur dan terus menerus (kontinue) akan terjadi efek fisiologis. Efek Psikologis tersebut dapat digambarkan pada :

  1. 1. ADAPTASI SISTEM NEUROMUSKULER

Kegiatan yang berhubungan dengan otot yang dilakukan berkali-kali sampai batas maksimum akan menyebabkan bertambah besarnya otot skelet. Peningkatan daya otot maksimal adalah hasil dari kenaikan dua unsur yaitu, kekuatan dan kecepatan.

 

Peningkatan kekuatan sebagai hasil dari latihan otot dikarenakan :

  1. Penambahan luas penampang otot
  2. Kenaikkan curahan syaraf (nerve discharge) kepada otot

 

Untuk pekerjaan tertentu terdapat penurunan energi yang diperlukan, yang mana dapat mencapai ¼ daripada sebelumnya

Hasil dari latihan neuromuskuler telah ditunjukkan dengan melalui penyelidikan electromyography sebagai berikut :

  1. Flodorov               : “subyek terlatih memiliki periode latent yang lebih pendek”
  2. Basmajian              : “orang terlatih mempunyai keuntungan kontrol yang lebih                               baik dari motor units” inilah yang menjadi dasar perbedaan                                                    ketangkasan masing-masing orang.

 

  1. 2. ADAPTASI SISTEM KARDIOVASKULER

Latihan akan meningkatkan cardic output maximal.yang disebabkan oleh peningkatan volume sekuncup yang dihasilkan oleh distansibilitas dan contraktilitas otot jantung.

Penurunan kerja jantung berhubungan dengan adanya perpanjangan periode kontraksi isometric dan waktu injeksi. Perpanjangan periode diastole menyebabkan aliran darah koroner menjadi lebih baik dan supply oxpply oxygenke otot jantung menjadi lebih baik.

Jadi dengan latihan jantung menjadi lebih efisien dan dapat mengedarkan lebih banyak darah dengan jumlah denyut yang lebih rendah. Kontraksi jantung menjadi lebih kuat , jadi mengosongkan dirinya lebih sempurna dan isi sekuncup serta cardiac output bertambah besar.

Latihan juga merubah struktur jantung, bersama dengan meningkatnya faskularisasi, dijumpai kenaikan yang tajam dari berat massa otot jantung.

 

Poupa (1967) menyimpulkan dari penelitiannya tentang perbandingan binatang buas dan binatang jinak sebagai berikut:

  1. Jantung lebih besar daripada binatang jinak
  2. Kepadatan di jantung lebih besar daripada binatang jinak
  3. Jumlah sel-sel otot per unit massa jantung lebih besar daripada binatang jinak
  4. Sel-sel jantung lebih kecil  daripada binatang jinak

 

Penelitian Reindell pada olahragawan menemukan bahwa pada olahragawan yang terlatih bernilai antara 900 sampai 1400 mili liter, sedangkan orang biasa antara 600 sampai 900 mili liter

Pada orang yang terlatih denyut jantung dan tekanan darah lebih cepat kembali ke keadaan semula setelah aktivitas tubuh dihentikan pada proses pemulihan system kardiovaskuler.

Distribusi darah dengan latihan akan menunjukkan hal-hal sebagai berikut:

  • Jumlah ke otot akan berkurang, karena lebih efisienya otot
  • Ke organ-organ lainnya bertambah
  • Lebih tahan terhadap lingkungan panas, karena dapat menyalurkan lebih banyak darah ke kulit untuk pelepasan panas

 

  1. 3. ADAPTASI SISTEM RESPIRASI

Efek latihan pada system pernafasan sangat progresif, pengambilan O2 dan pelepasan CO2 menjadi lebih baik. Efisiensi otot pernafasan meningkat, frekwensinya menurun, sedangkan dalamnya bertambah.

Pembesaran kapasitas vital yang didapat pada seseorang dewasa terlatih, lebih berhubungan dengan proses proses pertumbuhannya daripada proses rangsangannya.

 

  1. 4. ADAPTASI PROSES METABOLISM

Dengan melakukan latihan, para olahragawan yang telah mendapatkan peningkatan maximum aerobic powernya dengan sempurna setelah latihan intensif tertentu.

Penggunaan prosentase yang lebih besar daripada maximum oxygen uptake akan mengakibatkan penurunan proses metabolisme anaerobik pada kegiatan fisik yang dilakukan sehingga mengakibatkan produksi asam laktat pada suatu aktivitas fisik yang dilakukan menurun.

Menurut hasil pengukuran kadar asam laktat dan pirufat di darah, dapat kita lihat bahwa proses metabolisme anaerobik mulai terjadi saat prosentase yang lebih tinggi daripada oxygen uptake. Asam laktat baru akan muncul apabila terjadi proses anaerobic dan dihubungkan dengan pekerjaan-pekerjaan yang sifatnya berat.

 

  1. 5. ADAPTASI SES-SEL JARINGAN

Peningkatan maximal oxygen uptake akibat latihan disebabkan peningkatan daripada oxygen transport dan sistem penggunaan oxygen. Peningkatan sistem penggunan oxygen berhubungan erat dengan sejumlah perubahan struktural dan perubahan biokimia pada sel.

Namun rata-rata maximum oxygen uptake menunjukan kenaikan sekitar 13% dan potensi oksidatif ototnya meningkat sekitar 100%. Juga metokondria sebagai pengatur respirasi sel meningkat 60% pada otot-otot yang terlatih.

 

Efek menaun (kronik) dari latihan adalah:

  1. Glikogen otot meningkat 2-5 kali sebelum latihan
  2. Mobilisasi jaringan adipose (lemak) dan pembakaran asam lemak akan meningkat pada olahragawan yang terlatih.

 

Peningkatan/ oksidasi asam lemak untuk mencukupi kebutuhan energi pada latihan jangka panjang ini akan meningkatkan penghematan glikogen, yang berarti penundaan pemecahan glikogen. Sehingga keadaan hypoglyacaemic yang mencetuskan kelelahan pun akan tertunda.

 

 

 

 

  1. 6. ADAPTASI MORFOLOGI

Penyesuaian terhadap latihan jangka panjang tidak hanya dinyatakan pada fungsi faaliah saja, tetapi juga pada keadaan morfologis beberapa perubahan morfologis pada tingkat sel telah ditemukan.

Peningkatan kegiatan fisik selalu otomatis diikuti dengan peningkatan nafsu makan, dan mengambil makanan, dan oleh karena itu sangat merugikan terhadap usaha penguranggan berat badan sedangkan berat badan akan menurun sesuai dengan peningkatan kegiatan jasmani dari keadaan istirahat ke keadaan kerja ringan, dan selanjutnya tidak berubah

PENGAJARAN MIKRO (PENGELOLAAN KELAS)

PENGAJARAN MIKRO KETERAMPILAN DASAR MENGAJAR

 

 

Keterampilan Menjelaskan

Memberikan penjelasan merupakan aspek penting dalam mengajar. Menjelaskan dimaksudkan untuk menyajikan informasi yang diorganisasikan secara sistematis untuk menunjukkan suatu hubungan..

 

1. Tujuan Keterampilan Menjelaskan

Tujuan keterampilan ini yaitu untuk membantu mengembangkan daya nalar siswa.

 

2. Alasan Pentingnya Keterampilan Menjelaskan

a. Dominasi guru di kelas (guru mendominasi kegiatan kelas).

b. Sajian berupa informasi karena sebagian besar penjelasan berupa informasi.

c. Sajian yang diberikan oleh guru kurang jelas bagi siswa dan hanya dapat                         dimengerti oleh guru itu sendiri.

d. Siswa perlu bantuan, karena tidak semua siswa dapat menggali sendiri                            pengetahuan dari buku dan sumber lain.

e. Kurangnya sumber yang dimanfaatkan siswa.

 

3. Prinsip Penggunaan Penjelasan dalam Pengajaran

a. Penalaran

Suatu penjelasan ditekankan pada penalaran, bukan pada indokrenasi.

b. Karakteristik siswa

Latar belakang dan karakter siswa perlu dipertimbangkan.

c. Karakteristik tujuan

Karakteristik tujuan menentukan sifat pendekatan materi yang disajikan.

d. Kebermaknaan

Penjelasan yang diberikan harus bermakan bagi siswa.

 

4. Komponen – Komponen Keterampilan Menjelaskan

a. Kejelasan sajian

Kejelasan ucapan, tujuan, dan pertanyaan – pertanyaan yang diajukan dapat meningkatkan keefektifan sajian.  Guru harus memperhatikan kejelasan, menghindari penggunaan kalimat yang berbelit – belit, kata – kata yang meragukan dan berlebihan.

b. Penggunaan contoh dan ilustrasi

Pemahaman terhadap konsep yang sulit dapat ditingkatkan dengan cara memberikan ilustrasi yang tepat, mengajukan contoh – contoh sebelum menarik generalisasi, serta menghubungkan ide – ide yang sama dengan kata penghubung. Akan tetapi, perlu diperhatikan pula bahwa pemberian contoh dan ilustrasi harus relevan dengan sifat penjelasan, usia siswa, pengetahuan, serta latar belakang siswa.

c. Pemberian tekanan

Untuk memusatkan perhatian siswa kepada masalah pokok dan cara pemecahannya, guru perlu menguasai keterampilan pemberian tekanan.  Keterampilan ini dapat berupa gaya mengajar, struktur kajian yang berupa ikhtisar, paraphrase atau dengan isyarat – isyarat.

Contoh ikhtisar :

 

 

 

 

 

 

 

 

Selain itu, ketrampilan ini dapat dilakukan dengan mengunakan cara – cara sebagai berikut :

1) Memvariasikan suara

2) Pengulangan butir – butir yang penting

3) Mimik

4) Isyarat

5) Gambar

 

d. Balikan

Balikan perlu dikerjakan untuk mengetahui sejauh mana pengertian atau pemahaman, mimik, dan sikap  siswa terhadap kejelasan materi yang baru saja diberikan. Balikan ini dapat dikerjakan antara lain dengan cara meminta siswa untuk mendemonstrasikan kegiatan dan dengan mengajukan pertanyaan.

 

KETERAMPILAN DASAR MENGAJAR (PENGELOLAAN KELAS)

KETERAMPILAN DASAR MENGAJAR

 

Keterampilan Mengadakan Variasi pada Pembelajaran Pendidikan Jasmani

Aktivitas pengelolaan passing bawah dalam praktek olahraga bola voli seharusnya menyenangkan, namun pada kenyataannya malah membuat siswa bosan. Oleh karena itu, harus ada keterampilan mengadakan variasi.

 

1. Manfaat Mengadakan Variasi

a. Minat dan perhatian siswa terhadap proses pembelajaran akan tumbuh dan berkembang.

b.  Rasa ingin tahu siswa dan keinginan untuk mencoba ataupun melakukan semakin besar.

c.  Tingkah laku dan sikap positif akan berkembang.

d. Siswa dapat memilih cara belajar yang sesuai dan disenangi (dengan adanya variasi pembelajaran).

e.  Ranah psikomotor, kognitif, dan afektif siswa akan menjadi lebih berkembang. Hal ini dikarenakan oleh pembelajaran yang menarik akan dapat membuat siswa aktif dalam aktivitas.

 

2.  Prinsip Penggunaan Variasi agar Pembelajaran Lebih Efektif

a.  Perubahan gaya belajar harus relevan dengan :

1) Kompetensi pembelajaran

2) Pengembangan karakteristik siswa

b.  Perubahan gaya belajar harus berjalan lancar dan berkesinambungan.

c. Perubahan gaya belajar harus fleksibel dan spontan.

 

3.  Aspek dalam Mengadakan Variasi

a.  Variasi gaya mengajar guru

Perubahan gaya mengajar guru yang efektif dapat meningkatkan ketertarikan siswa terhadap kegiatan pembelajaran. Variasi ini dapa dilakukan dengan cara antara lain :

1) Gerakan dan mimik guru, akan mempermudah siswa memahami atau menangkap maksud dari materi yang diberikan.

2) Tekanan suara

3) Pemusatan perhatian, hal ini perlu dilakukan karena perhatian siswa harus selalu tertuju pada tujuan pembelajaran.

4) Penekanan kata, contoh dalam variasi keterampilan passing bawah bola voli, guru mengatakan “setelah passing baru pindah”

 

Selain itu, ada beberapa macam gaya yang dapat digunakan guru pada saat mengajar, gaya – gaya mengajar itu antara lain :

1) Gaya Komando (The Command Style)

Kerangka pengambilan keputusan :

Perencana      ———- guru

Pelaksana       ———- guru

Evaluasi         ———- guru

Siswa hanya sebagai pelaku kegiatan saja.

Contoh kegiatan :

Saat guru memimpin stretching, guru merencanakan, melaksanakan,     dan mengevaluasi gerakan siswa.

 

2) Gaya Latihan (The Practice Style)

Kerangka pengambilan keputusan :

Perencana      ———- guru

Pelaksana       ———- siswa

Evaluasi         ———- guru

Contoh kegiatan :

Saat pembelajaran lay up dalam bola basket, dalam hal ini guru hanya memberikan contoh lalu memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan gerakan atau kegiatan yang telah dijelaskan dan dicontohkan oleh guru. Setelah itu, guru mengevaluasi gerakan siswa yang kurang benar.

 

3) Gaya Resiprokal (The Resiprocal Style)

Kerangka pengambilan keputusan :

Perencana      ———- guru

Pelaksana       ———- siswa

Evaluasi         ———- siswa

Caranya :

Guru membagi siswa menjadi 2 kelompok yaitu 1 kelompok sebagai    pelaksana dan kelompok yang lain sebagai pengamat atau evaluator.

Contoh kegiatan :

Jumlah siswa 10, maka 5 siswa sebagai pelaksana dan 5 siswa sebagai pengamat dari gerakan yang dilakukan oleh kelompok pelaksana, lalu hasil dari pengamatan tersebut dilaporkan kepada guru untuk dibahas  bersama – sama, sehingga siswa yang lain tidak akan melakukan kesalahan yang sama.

 

4) Gaya Inklusi (The Inclusion Style)

Kerangka pengambilan keputusan :

Perencana      ———- guru

Pelaksana       ———- siswa

Evaluasi         ———- siswa

Caranya :

Guru menetapkan beberapa level dan kriteria dalam pelaksanaan pembelajaran.  Dengan ketentuan level satu merupakan level paling mudah, lalu level dua lebih sulit dari level satu, dan begitu seterusnya. Lalu setiap siswa diberi kebebasan memilih level mana yang sesuai dengan kemampuan dirinya. Setelah itu, setiap siswa juga diberi kebebasan dan tanggung jawab untuk mengevaluasi kemampuannya (untuk menentukan apakah dirinya layak untuk naik ke level yang lebih sulit atau belum).

 

b.  Variasi media, bahan, dan alat pembelajaran

1) Media dengar (audio)

2) Media pandang (visual)

 

3) Media raba (taktil)

Contoh :

Media audio ——– Tape recorder (dalam aktivitas senam aerobik)

Siswa mendengarkan lagu, melihat gerakan guru (visual), lalu   menirukan gerakan guru.

 

4) Bahan pembelajaran

Setelah guru memberikan informasi pembelajaran maka guru    memberikan tantangan terhadap siswa.

Contoh :

Keterampilan passing bawah berpindah dalam bola voli.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

5) Alat pembelajaran

Contohnya : palang = untuk melatih lompatan siswa.

 

6) Model pembelajaran konstektual (CTL)

Guru hanya sebagai fasilitator, fungsinya member pertanyaan kepada siswa dengan tujuan untuk merangsang kreatifitas siswa untuk menjawab pertanyaan tersebut.

c. Variasi Pola Interaksi

1) Siswa mandiri

Contoh :

Siswa melakukan gerakan lay up bola basket secara bergantian.

 

2) Interaksi guru – siswa

Contoh :

Dalam kegiatan keterampilan passing bawah berpindah dalam bola      voli, guru melemparkan bola, dan siswa yang melakukan passing         bawah.

 

3) Interaksi siswa – siswa

Contoh :

Dalam praktek pelaksanaan start jongkok dalam lari, dimana siswa dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok pelaksana dan kelompok pengamat (evaluator).

 

4) Interaksi guru – siswa – guru

Contoh :

Pembelajaran rol depan, guru bertanya terlebih dahulu kepada siswa mengenai titik berat badan saat hendak melakukan rol depan, lalu siswa menjawab, setelah itu, guru melemparkan pertanyaan berikutnya yang relevan dengan keterampilan rol depan.

BIOMEKANIKA (MOMENTUM, IMPULS, TUMBUKAN)

MOMENTUM, IMPULS, DAN TUMBUKAN

 

PENELITIAN KORELASIONAL

Definisi Penelitian Korelasional

Penelitian korelasi adalah suatu penelitian yang melibatkan tindakan pengumpulan data guna menentukan, apakah ada hubungan dan tingkat hubungan antara dua variabel atau lebih. Adanya hubungan dan tingkat variabel ini penting, karena dengan mengetahui tingkat hubungan yang ada, peneliti akan dapat mengembangkannya sesuai dengan tujuan penelitian.

 

Menurut Gay dalam Sukardi (2008:166) menyatakan bahwa; penelitian korelasi merupakan salah satu bagian penelitian ex-postfacto karena biasanya peneliti tidak memanipulasi keadaan variabel yang ada dan langsung mencari keberadaan hubungan dan tingkat hubungan variabel yang direfleksikan dalam koefisien korelasi. Walaupun demikian ada peneliti lain seperti di antaranya Nazir dalam Sukardi (2008:166); mengelompokkan penelitian korelasi ke dalam penelitian deskripsi, karena penelitian tersebut juga berusaha menggambarkan kondisi yang sudah terjadi. Dalam penelitian ini, peneliti berusaha menggambarkan kondisi sekarang dalam konteks kuantitatif yang direfleksikan dalam variabel.

 

Penelitian korelasi mempunyai tiga karakteristik penting untuk para peneliti yang hendak menggunakannya. Tiga karakteristik tersebut, adalah:

  1. Penelitian korelasi tepat jika variabel kompleks dan peneliti tidak mungkin melakukan manipulasi dan mengontrol variabel seperti dalam penelitian eksperimen.
  2. Memungkinkan variabel diukur secara intensif dalam setting (lingkungan) nyata.
  3. Memungkinkan peneliti mendapatkan derajat asosiasi yang signifikan.

 

Tujuan Penelitian Korelasional

Tujuan penelitian korelasional menurut Suryabrata (1994:24) adalah untuk mendeteksi sejauh mana variasi-variasi pada suatu faktor berkaitan dengan variasi-variasi pada satu atau lebih faktor lain berdasarkan pada koefisien korelasi. Sedangkan menurut Gay dalam Emzir (2007:38); Tujuan penelitian korelasional adalah untuk menentukan hubungan antara variabel, atau untuk menggunakan hubungan tersebut untuk membuat prediksi.

Studi hubungan biasanya menyelidiki sejumlah variabel yang dipercaya berhubungan dengan suatu variabel mayor, seperti hasil belajar variabel yang ternyata tidak mempunyai hubungan yang tinggi dieliminasi dari perhatian selanjutnya.

 

 

Ciri-Ciri Penelitian Korelasional

  1. Penelitian macam ini cocok dilakukan bila variabel-variabel yang diteliti rumit dan/atau tak dapat diteliti dengan metode eksperimental atau tak dapat dimanipulasi.
  2. Studi macam ini memungkinkan pengukuran beberapa variabel dan saling hubungannya secara serentak dalam keadaan realistiknya.
  3. Output dari penelitian ini adalah taraf atau tinggi-rendahnya saling hubungan dan bukan ada atau tidak adanya saling hubungan tersebut.
  4. Dapat digunakan untuk meramalkan variabel tertentu berdasarkan variabel bebas.
  5. Penelitian korelasional, mengandung kelemahan-kelemahan, antara lain: Hasilnya cuma mengidentifikasi apa sejalan dengan apa, tidak mesti menunjukkan saling hubungan yang bersifat kausal; Jika dibandingkan dengan penelitian eksperimental, penelitian korelasional itu kurang tertib- ketat, karena kurang melakukan kontrol terhadap variabel-variabel bebas; Pola saling hubungan itu sering tak menentu dan kabur; ering merangsang penggunaannya sebagai semacam short-gun approach, yaitu memasukkan berbagai data tanpa pilih-pilih dan menggunakan setiap interpretasi yang berguna atau bermakna.
  6. Penelitian korelasional juga mengandung kelebihan-kelebihan, antara lain: kemampuannya untuk menyelidiki hubungan antara beberapa variabel secara bersama-sama (simultan);  dan Penelitian korelasional juga dapat memberikan informasi tentang derajat (kekuatan) hubungan antara variabel-variabel yang diteliti.

 

 

Macam-Macam Penelitian Korelasional

1 Penelitian Hubungan

Penelitian hubungan, relasional, atau korelasi sederhana (seringkali hanya disebut korelasi saja) digunakan untuk menyelidiki hubungan antara hasil pengukuran terhadap dua variabel yang berbeda dalam waktu yang bersamaan. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan tingkat atau derajat hubungan antara sepasang variabel (bivariat).

 

Lebih lanjut, penelitian jenis ini seringkali menjadi bagian dari penelitian lain, yang dilakukan sebgai awal untuk proses penelitian lain yang kompleks. Misalnya, dalam penelitian korelasi multivariat yang meneliti hubungan beberapa variabel secara simultan pada umumnya selalu diawali dengan penelitian hbungan sederhana untuk melihat bagaimana masing-masing variabel tersebut berhubungan satu sama lain secara berpasangan.

 

Dalam penelitian korelasi sederhana ini hubungan antar variabel tersebut ditunjukkan oleh nilai koefisien korelasi, suatu alat statistik yang digunakan untuk membantu peneliti dalam memahami tingkat hubungan tersebut. Nilai koefisien tersebut, bervariasi dari -1,00 sampai +1,00 diperoleh dengan menggunakan teknik statistik tertentu sesuai dengan karakter dari data masing-masing variabel.

 

Pada dasarnya, desain penelitian hubungan ini cukup sederhana, yakni hanya dengan mengumpulkan skor dua variabel dari kelompok subjek yang sama dan kemudian menghitung koefisien korelasinya. Oleh karena itu, dalam melakukan penelitian ini, pertama-tama peneliti menentukan sepasang variabel yang akan diselidiki tingkat hubungannya. Pemilihan kedua variabel tersebut harus didasarkan pada teori, asumsi, hasil penelitian yang mendahului, atau pengalaman bahwa keduanya sangat mungkin berhubungan.

2 Penelitian Prediktif

Dalam pelaksanaan di bidang pendidikan, banyak situasi yang menghendaki dilakukannya prediksi atau peramalan. Pada awal tahun ajaran baru, misalnya, setiap sekolah karena keterbatasan fasilitas, seringkali harus menyeleksi para pendaftar yang akan diterima menjadi calon siswa baru.

 

Penelitian korelasi jenis ini memfokuskan pada pengukuran terhadap satu variabel atau lebih yang dapat dipakai untuk memprediksi atau meramal kejadian di masa yang akan datang atau variabel lain (Borg & Gall dalam Hadjar; 1999:285). Penelitian ini sebagaimana penelitian relasional, melibatkan penghitungan korelasi antara suatu pola tingkah laku yang kompleks, yakni variabel yang menjadi sasaran prediksi atau yang diramalkan kejadiannya (disebut kriteria), dan variabel lain yang diperkirakan berhubungan dengan kriteria, yakni variabel yang dipakai untuk memprediksi (disebut prediktor). Teknik yang digunakan untuk mengetahui tingkat prediksi antara kedua variabel tersebut adalah teknik analisis regresi yang menghasilkan nilai koefisien regresi, yang dilambangkan dengan R.

 

Perbedaan yang uama antara penelitian relasional dan penelitian jenis in terletak pada asumsi yang mendasari hubungan antar variabel yang diteliti. Dalam penelitian relasional, peneliti berasumsi bahwa hubungan an tar kedua variabel terjadi secara dua arah atau dengan kata lain, ia hanya ingi menyelidiki apakah kedua variabel mempunyai hbungan, tanpa mempunyai anggapan bahwa variabel yang muncul lebih awal dari yang lain. Oleh karena itu, kedua variabel biasanya diukur dalam waktu yang bersamaan. Sedang dalam penelitian prediktif, di samping ingin menyelidiki hubungan antara dua variabel, peneliti juga mempunyai anggapan bahwa salah satu variabel muncul lebh dahulu dari yang lain, atau hubungan satu arah. Oleh karena itu, tidak seperti penelitian relasional, kedua variabel diukur dalkam waktu yang berurutan, yakni variabel prediktor diukur sebelum variabel kriteria terjadi, dan tidak dapat sebaliknya.

 

3 Korelasi Multivariat

Teknik untuk mengukur dan menyelidiki tingkat hubungan antara kombinasi dari tiga variabel atau lebih disebut teknik korelasi multivariat. Ada beberapa teknik yang dapat digunakan, dua diantaranya yang akan dibahas di sini adalah: regresi ganda atau multiple regresion dan korelasi kanonik.

a. Regresi ganda

Memprediksi suatu fenomena yang kompleks hanya dengan menggunakan stu faktor (variabel prediktor) seringkali hanya memberikan hasilyang kurang akurat. Dalam banyak hal, semakin banyak informasi yang diperoleh semakin akurat prediksi yang dapat dibuat (Mc Millan & Schumaker dalam Hadjar; 1999:288), yakni dengan menggunakan kombinasi dua atau lebih variabel prediktor, prediksi terhadap variabel kriteria akan lebih akurat dibanding dengan hanyamenggunakan masing-masing variabel prediktorsecara sendiri-sendiri. Dengan demikian, penambahan jumlah prediktor akan meningkatkan akurasi prediksi kriteria.

b. Korelasi kanonik

Pada dasarnya teknik ini sama dengan regresi ganda, dimana beberapa variabel dikombinasikan untuk memprediksi variabel kriteria. Akan tetapi,tidak seperti regresi ganda yang hanya melibatkan satu variabel kriteria, korelasi kanonik melibatkan lebih dari satu variabel kriteria. Korelasi ini berguna untuk menjawab pertanyaan, bagaimana serangkaian variabel prediktor memprediksi serangkai variabel kriteria?. Dengan demikian, korelasi kanonik ini dapatdianggap sebagai perluasan dari regresi ganda,dan sebaliknya, regresi berganda dapat dianggap sebagai bagian dari korelasi kanonik (Pedhazur dalam Hadjar; 1999:289).

 

Seringkali korelasi ini digunakan dalam penelitian eksplorasi yang bertujuan untuk meentukan apakah sejumlah variabel.mempunyai hubungan satu sama lain yang serupa atau berbeda.

 

 

Desain Dasar Dari Penelitian Korelasional

Pada dasarnya penelitian korelasioanal, baik relasional, prediktif, maupun multivariat, melibatkan perhitungan korelasi antara variabel yang kompleks         (variabel kriteria) dengan variabel lain yang dianggap mempuyai hubungan (variabel prediktor). Untuk menguji hubungan tersebut, desain atau langkah-langkah yag ditempuh untuk penelitian relasional dan prediksi sama meskipun detail masing-masing langkah untuk keduanya berbeda, terutama dalam pengumpulan dan analsis data. Langkah-langkah tesebut, yang paling pokok, adalah: penentuan masalah, penentuan subjek, pengumpulan data, dan analisis data.

 

1 Penentuan Masalah

Sebagaimana dalam setiap penelitian, langkah awal yang harus dilakukan peneliti adalahmenentukan masalah penelitian yang akan menjadi fokus studinya. Dalam penelitian korelasional, masalah yang dipilih harus mempunyai nilai yang berarti dalam pola perilaku fenomena yang kompleks yang memrlukan pemahaman. Disamping itu, variabel yang dimasukkan dalam penelitian harus didasarkan pada pertimbangan, baik secara teoritis maupun nalar, bahwa variabel tersebut mempunyai hubungan tertentu. Hal ini biasanya dapat diperoleh berdasarkan hasil penelitian yang terdahulu atau terdahulu.

 

2 Penentuan Subyek

Subyek yang dilibatkan dalam penelitian ini harus dapat diukur dalam variabel-variabel yang menjadi fokus penelitian. Subyek tersebut harus relatif homogen dalam faktor-faktor di luar variabel yang diteliti yang mungkin dapat mempengaruhi variabel terikat. Bila subyek yang dilibatkan mempunyai perbedaan yang berarti dalam faktor-faktor tersebut, korelasi antar variabel yang diteliti menjadi kabur.

 

Untuk mengurangi heterogenitas tersebut, peneliti dapat mengklasifikasikan subyek menjadi beberapa kelompok berdasarkan tingkat faktor tertentu dan, kemudian menguji hubungan antar variabel penelitian untuk masing-masing kelompok.

3 Pengumpulan Data

Berbagai jenis instrumen dapat digunakan untuk mengukur dan mengumpulkan data masing-masing variabel, seperti angket, tes, pedoman interview dan pedoman observasi, tentunya disesuaikan dengan kebutuhan. Data yang dikumpulkan dengan instrumen-instrumen tersebut harus dalam bentuk angka. Dalam penelitian relasional, pengukuran variabel dapat dilakukan dalam waktu yang relatif sama. Sedang dalam penelitian prediktif, variabel prediktor harus diukur selang beberapa waktu sebelum variabel kriteri terjadi. Jika tidak demikian, maka prediksi terhadap kriteria tersebut tidak ada artinya.

4 Analisis Data

Pada dasarnya, analisis dalam penelitian korelasional dilakukan dengan cara mengkorelasikan hasil pengukuran suatu variabel dengan hasil pengukuran variabel lain. Dalam penelitian relasional, teknik korelasi bivariat, sesuai dengan jenis datanya, digunakan untuk menghitung tingkat hubungan antara vaiabel yang satu dngan yang lain. Sedang dalam penelitian prediktif, teknik yang digunakan adalah analisis regresi untuk mengetahui tingkat kemampuan prediktif variabel prediktor terhadap variabel kriteria. Namun demikian, dapat pula digunakan analisis korelasi biasa bila hanya melibatkan dua variabel. Bila melibatkan lebih dari dua variabel, misalnya untuk menentukan apakah dua variabel prediktor atau lebih dapat digunakan untuk memprediksi variabel kriteria lebih baik daripada bila digunakan secara sendiri-sendiri, teknik analisis regresi ganda, multiple regresion atau analisis kanonik dapat digunakan. Hasil analisis tersebut biasanya dilaporkan dalam bentuk nilai koefisien korelasi atau koefisien regresi serta tingkat signifikansinya, disamping proporsi variansi yang disumbangkan oleh variabel bebas terhadap variabel terikat.

 

 

Rancangan Penelitian Korelasional

Penelitian korelasional mempunyai berbagai jenis rancangan, yaitu:

1 Korelasi Bivariat

Rancangan penelitian korelasi bivariat adalah suatu rancangan penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan hubungan antara dua variabel. Hubungan antara dua variabel diukur. Hubungan tersebut mempunyai tingkatan dan arah.

Tingkat hubungan (bagaimana kuatnya hubungan) biasanya diungkapkan dalam angka antar -1,00 dan +1,00, yang dinamakan foefisien korelasi. Korelasi zero (0) mengindikasikan tidak ada hubungan. Koefisien korelasi yang bergerak ke arah -1,00 atau +1,00, merupakan korelasi sempurna pada kedua ekstrem.

 

Arah hubungan diindikasikan olh simbol “-“ dan “+”. Suatu korelasi negatif berarti bahwa semakin tinggi skor pada suatu variabel, semakin rendah pula skor pada variabel lain atau sebaliknya. Korelasi positif mengindikasikan bahwa semakin tinggi skor pada suatu variabel, semakin tinggi pula skor pada variabel lain atau sebaliknya.

Regresi dan Prediksi

Jika terdapat korelasi antara dua variabel dan kita mengetahui skor pada salah satu variabel, skor pada variabel kedua dapat diprediksikan. Regresi merujuk pada seberapa baik kita dapat membuat prediksi ini. Sebagaimana pendekatan koefisien korelasi baik -1,00 maupun +1,00, prediksi kita dapat lebih baik.

 

3 Regresi Jamak (Multiple Regresion)

Regresi jamak merupakan perluasan regresi dan prediksi sederhana dengan penambahan beberapa variabel. Kombinasi beberapa variabel ini memberikan lebih banyak kekuatan kepada kita untuk membuat prediksi yang akurat. Apa yang kita prediksikan disebut variabel kriteria (criterion variable). Apa yang kita gunakan untuk membuat prediksi, variabel-variabel yang sudah diketahui disebut variabel prediktor (predictor variables).

4 Analisis Faktor

Prosedur statistik ini mengidentifikasi pola variabel yang ada. Sejumlah besar variabel dikorelasikan dan terdapatnya antarkorelasi yang tinggi mengindikasikan suatu faktor penting yang umum.

 

5 Rancangan Korelasional untuk Menarik Kesimpulan Kausal

Terdapat dua rancangan yang dapat digunakan untuk membuat pernyataan-pernyataan tentang sebab dan akibat menggunakan metode korelasional. Rancangan tersebut adalah rancangan analisis jalur (path analysis design) dan rancangan panel lintas-akhir (cross-lagged panel design).

 

Analisis jalur digunakan untuk menentukan mana dari sejumlah jalur yang menghubungkan satu variabel dengan variabel lainnya. Sedangkan desain panel lintas akhir mengukur dua variabel pada dua titik sekaligus.

 

 

 

6 Analisis Sistem (System Analysis)

Desain ini meibatkan penggunaan prosedur matematik yang kompleks/rumit untuk menentukan proses dinamik, seperti perubahan sepanjang waktu, jerat umpan balik serta unsur dan aliran hubungan.

 

Kesalahan yang Sering Muncul dalam Penelitian Korelasional

Kesalahan-kesalahan yang kadang-kadang dilakukan oleh peneliti dalam penelitian korelasional adalah sebagai berikut:

•      Peneliti berasumsi bahwa korelasi merupakan bukti sebab akibat.

•      Peneliti bertumpu pada pendekatan sekali tembak (shotgun approach).

•      Peneliti memilih statistik yang salah.

  • Peneliti menggunakan analisis bivariat ketika multivariat yang lebih tepat.
  • Peneliti tidak melakukan studi vasilitas silang.
  • Peneliti menggunakan analisis jalur tanpa peninjauan asumsi-asumsi (teori).
  • Peneliti gagal menentukan suatu variabel kausal penting dalam perencanaan suatu analisis jalur.
  • Peneliti salah tafsir terhadapsignifikansi praktis atau statistik dalam suatu studi.

BASKET

"Tim Basket UM cewek 2009"Final bolabasket campus league 2009,, Tim basket putri UM vs Tim basket putri UB Malang.  Diakhir quarter ke-4, alhamdulillah tim basket putri UM berhasil menjadi JAWARA dan berhak melangkah ke campus league nasional yang dihelat di Surabaya.

MATERI TES DAN PENGUKURAN

I. Pengertian Tes, Pengukuran dan Evaluasi

Tes adalah instrumen atau alat yang digunakan untuk mengumpulkan informasi berupa pengetahuan atau keterampilan seseorang.

Pengukuran adalah suatu proses atau kegiatan mengkuantitaskan sifat atau atribut daripada obyek, orang atau kejadian menurut jenjang tertentu hingga dapat dibedakan antara satu dengan yang lainnya.

Evaluasi adalah suatu proses yang sistematis untuk menentukan nilai berdasarkan data yang dikumpulkan melalui pengukuran.

 

II. Jenis – jenis materi tes, pengukuran, dan evaluasi dalam olahraga ada 6, yaitu :

a. Pengukuran Antropometrik

b. Tes Fungsi Jantung (Kardiovaskuler)

c. Kemampuan Gerak Umum

d. Kesegaran Jasmani

e. Prestasi Olahraga

f. Keterampilan Olahraga

 

III. Identifikasi jenis evaluasi

  1. Observasi langsung
  2. Ujian lisan
  3. Tes esai
  4. Tes jawaban pendek
  5. Tes penampilan motorik

 

IV. Tujuan Pengukuran dan Evaluasi

1. Penentuan Status Siswa

2. Pengelompokan Siswa

3. Seleksi

4. Diagnostik dan Bimbingan

5. Motivasi

6. Mempertahankan Standar

7. Melengkapi Pengalaman Pendidikan

V. Prinsip-prinsip Pengukuran dan Evaluasi

  1. Program pengukuran dan evaluasi sesuai dengan filsafat hidup dan pendidikan

Prinsip pengukuran dan evaluasi tidak boleh bertentangan dengan filsafat hidup yang dianut dan berlaku dalam masyarakat tertentu.

  1. Pengukuran harus dilakukan secara obyektif

Nilai yang diberikan pada siswa harus didasarkan pada data-data yang diperoleh dari hasil pengukuran sesuai dengan kondisi siswa.

  1. Evaluasi dilaksanakan sebelum, selama dan setelah proses belajar mengajar

Evaluasi yang dilaksanakan sebelum berlangsungnya proses belajar mengajar dimaksudkan untuk mengetahui kemampuan awal yang dimiliki siswa. Evaluasi yang dilaksanakan selama proses belajar mengajar dimaksudkan untuk memberikan bantuan, apabila anak didik mengalami kesulitan dalam pelajaran tertentu. Evaluasi yang dilaksanakan setelah berlangsungnya proses belajar mengajar dimaksudkan untuk menentukan tingkat kemajuan yang dialami siswa.

  1. Prinsip Kontinuitas

Prinsip kontinuitas dalam evaluasi akan membantu memberikan data yang tepat tentang kemampuan siswa, yang nantinya akan membantu dalam menentukan nilai siswa.

  1. Prinsip Menyeluruh

Dalam memberikan evaluasi, aspek-aspek penting yang ada harus tercakup secara keseluruhan. Dalam bidang pendidikan, aspek-aspek tersebut meliputi; kognitif, afektif dan psikomotor. Dengan demikian ketiga aspek tersebut harus menjadi pertimbangan bagi seorang guru dalam melakukan evaluasi.

  1. Pengukuran dan evaluasi harus dipimpin dan dikelola oleh orang yang ahli dalam bidangnya.

Keahlian ini diperlukan agar pengajaran pendidikan jasmani dan kesehatan dapat berjalan tanpa mengalami hambatan karena kesalahan yang dilakukan oleh tim penguji.

  1. Hasil dari pengukuran evaluasi harus diinterpretasikan untuk semua individu tentang aspek sosial, mental, fisik dan psikologisnya

Seorang guru apabila melihat anak didiknya berpenampilan jelek pada saat melakukan tes, maka guru tersebut hendaknya mencari tahu penyebabnya secara hati-hati dan memberikan program tertentu yang tepat sesuai dengan kondisi siswa.

 

VI. Administrasi Tes, Pengukuran dan Evaluasi

1. Pengadministrasian tes

Dalam mengikuti tes harus mengikuti langkah-langkah berikut ini ;

a)              Tujuan dan kegunaan pengukuran

Menentukan tujuan penggunaan suatu tes merupakan suatu keharusan, apabila tidak dilakukan maka keberadaan tes memiliki posisi yang kurang penting sehingga arah dari sebuah pelaksanaan tes menjadi tidak jelas.

b)             Menentukan butir-butir tes

Borrow & Mc. Gee (1968) berpendapat bahwa dalam memilih butir tes perlu memikirkan tentang hasil atau proses belajar mengajar apa yang akan dinilai.

c)              Pengadaan alat dan fasilitas

Pada saat melakukan tes segala alat dan fasilitas harus sudah dipersiapkan secara lengkap. Alat dan fasilitas yang diperlukan senantiasa harus dicatat agar tidak membingungkan dalam pelaksanaannya di lapangan dan untuk tidak ada hambatan supaya alat yang dipakai selalu dalam kondisi baik.

d)             Langkah-langkah pelaksanaan tes

Sangat penting mengatur atau merencanakan terlebih dahulu bagaimana formasi testi dan pos-pos yang akan digunakan dalam pelaksanaan tes nanti.

e)              Menyiapkan dan melatih testor

Bertujuan untuk menerima penjelasan dari ketua pelaksana agar testor memiliki persamaan persepsi dan dalam melakukan tes, sekaligus pada saat itu dilaksanakan latihan bersama untuk melaksanakan tes, agar nantinya tidak terjadi kesalahan dalam pelaksanaan yang sesungguhnya.

f)               Penskoran

Untuk mempermudah dalam pelaksanaan, kartu skor harus dipersiapkan dan disusun sesuai dengan keperluan, mudah dibaca dan jelas dimengerti agar petugas pencatat skor tidak mengalami kesulitan dalam mencatat, sekaligus untuk menghindari kesalahan dalam mencatat

2. Analisis dan kegunaan hasil tes

Keseluruhan skor dari testi, skor tersebut hendaklah diolah sesedemikian rupa untuk mendapatkian rata-rata dan standar deviasi setiap butir tes. Bahan bandingan lain yang dapat digunakan sebagai pertimbangan apakah hasil yang diperoleh sekarang telah mengalami perkembangan dibandingkan dengan hasil yang diperoleh pada masa lalu, dari hasil ini juga dapat digunakan untuk mengambil kebijakan guna menetapkan tujuan pengajaran. Hasil tes yang diperoleh harus ditunjukkan dengan jelas, simple dan segera diumumkan kepada testi apabila tes yang dilaksanakan ini bertujuan untuk memotivasi siswa.

 

VII. Kriteria Menyeleksi dan Menyusun Tes

1. Mempunyai Validitas

Validitas suatu tes adalah tingkat ketepatan mengukur apa yang harus diukur.

a. Menentukan Validitas

Validitas suatu tes dapat dihitung dengan dua cara :

  • Mengkorelasikan nilai yang diperoleh orang coba dengan criteria standar.
  • Mengkorelasikan nilai yang diperoleh orang coba dengan penilaian dua orang hakim atau lebih.

 

 

b. Kriteria Validitas

  • Validitas isi

Suatu tes memiliki validitas isi apabila dalam tes tersebut ada kesesuaian antara isi dengan tujuan pengukuran. Dalam validitas isi tedapat :

  • Local validity

Apabila isi bahan yang diujikan telah memiliki hubungan yang logis.

  • Construck validity

Apabila ada kesesuaian antara isi dengan bangunan teoritis yang menjelaskan sesuatu kemampuan atau cirri-ciri lainnya.

  • Validitas Empiris

Suatu tes dikatakan memiliki validitas empiris jika validitas tesebut diukur dengan cara membandingkan hasil pengukurannya dengan kriteria lain atau hasil pengukuran lain yang dianggap mencerminkan hal yang sama dari objek yang hendak diukur. Dalam validitas empiris terdapat :

  • Predictive validity

Apabila ukuran pembanding dalam menguji tes tersebut diperoleh bebrapa waktu setelah tes dilancarkan.

  • Concurrent validity

Apabila ukuran pembanding dalam menguji tes diperoleh dalam waktu sama atau hamper bersamaan.

  • Validitas Semu

Suatu tes dikatakan memiliki validitas semu apabila tes tersebut sudah terlihat valid dari luar. Misal tes lari 100 meter atau tes renang 100 meter untuk gaya bebas.

2. Mempunyai Reabilitas

Reabilitas menyatakan suatu ketelitian atau kecermatan mengukur sesuatu yang diukur.

 

a. Menentukan Reabilitas

  • Metode Tes Ulang

Tes ini dikenakan pada orang coba yang sama dengan waktu yang berbeda namun tidak terlalu lam sehingga orang tersebut tidak sempat untuk melakukan pengulangan sebagai latihan untuk meningkatkan hasil tes. Suatu tes dikatakan mempunyai reabilitas yang tinggi apabila hasil tes pertama dengan hasil tes yang kedua diperoleh hasil dengan selisih yang tidak jauh berbeda.

  • Metode Belah Dua

Cara ini digunakan dengan metode belah dua atau ganjil-genap. Tujuannya adalah untuk menghindari faktor kelelahan dan faktor keberuntungan.

  • Metode Tes yang setara
  • Cara Kuder-Richardson nomor 20

b. Kriteria Reabilitas

Kriteria reabilitas ini telah diterangkan oleh para ahli yaitu Kirkendall, Collins dan Hodges serta Mattews.

c. Faktor-faktor yang mempengaruhi Reabilitas

Faktor yang mempengaruhi reabilitas suatu tes adalah :

  • Panjang atau lamanya tes
  • Sifat pengambilan tes yang dilakukan pada siswa
  • Waktu pelaksanaan tes
  • Lingkungan

3.Mempunyai objektivitas

Dikatakan objektif apabila suatu tes tidak tergantung dari pengukur. Pengukuran dilakukan oleh beberapa orang dan hasil yang diperoleh relatif mendekati sama.

a. Menentukan Objektivitas

Skor yang diperoleh dari hasil penilaian yang dilakukan oleh juri dikorelasikan.

 

 

b. Kriteria Objektivitas

Derajat kesamaan hasil atau koefisien objektifitas besarnya adalah antara -1 sampai dengan +1. Makin besar koefisien, makin objektif tes tersebut untuk mengukur.

4. Memiliki Norma

Norma dalah suatu standar yang digunakan sebagai pembanding terhadap skor yang diperoleh melalui tes. Penyusunan table norma biasanya didasarkan pada umur, tinggi dan berat badan serta jenis kelamin.

5. Ekonomis

  1. Ekonomis dalam waktu
  2. Ekonomis dalam tenaga pelaksana
  3. Ekonomis dalam tempat
  4. Ekonomi dalam biaya

6. Mempunyai petunjuk pelaksanaan

Petunjuk pelaksanaan harus disajikan dalam bentuk tertulis. Harus diikuti testor dan testee sehingga hasil tes benar-benar mencerminkan kemampuan yang dimiliki testee, bukan karena faktor lain.

 

VIII. Penyusunan Tes Keterampilan Olahraga

1. Sifat Tes Keterampilan Olahraga

Sifat tes keterampilan olahraga menurut Montoye (1978) antara lain :

  1. Tes keterampilan olahraga harus dapat membedakan tingkat kemampuan dari orang yang diuji coba
  2. Tes keterampilan olahraga ditekankan pada kemampuan untuk menampilkan dasar keterampilan olahraga
  3. Butir-butir tes harus mengandung tes daya tahan dan kekuatan karena olahraga memerlukan hal ini.
  4. Tes keterampilan motorik tidak dapat dibandingkan dengan tes Intelegensi (IQ).
  5. Beberapa kualitas utama secara umum sesuai dengan variasi cabang olahraga tertentu.

 

2. Kriteria Tes keterampilan Olahraga yang baik

Penyusunan tes keterampilan olahraga dimulai dengan memilih komponen-komponen keterampilan dasar yang penting dalam cabang olahraga tertentu. Apabila komponen-komponen tes tersebut telah ditentukan, maka definisi penampilan yang baik dari keterampilan dasar tersebut dapat dituliskan.

Tes keterampilan olahraga yang baik menurut Scott (1959) antara lain:

  1. Tes harus mengukur kemampuan yang penting
  2. Tes harus menyerupai situasi permainan yang sesungguhnya
  3. Tes harus mendorong bentuk permainan yang baik
  4. Tes hanya melibatkan satu orang saja
  5. Tes yang dilakukan harus menarik dan berarti
  6. Tes harus dapat membedakan tingkat kemampuan
  7. Tes harus dapat menunjang penskoran yang baik
  8. Tes harus dapat dinilai sebagian dengan menggunakan statistic
  9. Tes yang akan digunakan harus memberikan cukup percobaan
  10. Tes harus memberikan makna untuk interpretasi penampilan

3. Rancangan Tes dan Pengukuran Olahraga

Tes keterampilan harus dirancang untuk tingkat kemampuan khusus dalam situasi belajar secara khusus.

  1. Ukuran waktu

Ukuran waktu tepat untuk kegiatan yang berkaitan dengan kecepatan dalam sebuah aktivitas.

  1. Ukuran jarak
  2. Mengukur sejumlah pelaksanaan dalam satuan waktu tertentu

Mengukur sebuah pelaksanaan dari suatu keterampilan yang dapat dilakukan dalam satu periode waktu tertentu.

  1. Ukuran Vilositas

Ukuran ini mempertimbangkan tentang ketepatan, sudut proyeksi dan jarak dari keterampilan proyektil. Aspek tenaga dari keterampilan diukur dengan tingkat ketelitian yang sangat tinggi. Vilositas ditentukan dengan membagi jarak dengan waktu.

  1. Mengukur kecepatan
  2. Mengukur gaya

Guru pendidikan jasmani sering kali menaruh perhatian dalam gaya dan mempertimbangkan kebenaran gaya berdasakan prinsip gerak yang telah dilakukan siswa.

4. Pengembangan tes keterampilan olahraga

a. Tes satu keterampilan

Tes ini digunakan untuk mengukur satu keterampilan khusus.

b. Tes gabungan beberapa keterampilan

Tes keterampilan yang digunakan untuk mengukur kemampuan bermain dalam suatu rangkaian kegiatan. Dua metode dalam me,buat tes gabungan antara lain :

  • Membandingkan kombinasi tes yang dibuat digabungkan  dengan kriteria bermain dengan menggunakan korelasi ganda.
  • Pengembangan tes keterampilan dengan menggunakan struktur hipotesis untuk faktor-faktor yang menentukan, yang melibatkan semua komponen penting dari kemampuan bermain untuk cabang olahraga tertentu

5. Langkah-langkah pembuatan tes keterampilan olahraga

  1. Menentukan tujuan tes
  2. Mengidentifikasi kemampuan yang diukur
  3. Memilih butir tes gerak

Butir tes harus mencerminkan keterampilan yang penting untuk cabang olahraga tertentu.

  1. Fasilitas dan peralatan

Tempat yang digunakan tes harus aman, bebas dari halangan yang dapat mengganggu pelaksanaan tes. Semua peralatan harus ditera terlebih dahulu, dan semua petugas tes harus dilatih terlebih dahulu dengan baik dalam menggunakan fasilitas dan peralatan untuk meniadakan kesalahan pengukuran.

  1. Melaksanakan satu studi percobaan dan revisi butir tes
  2. Memilih subyek yang akan digunakan

Faktor usia, jenis kelamin dan tingkat kemampuan pada kelompok harus betul-betul dipertimbangkan.

  1. Menentukan kebenaran butir-butir tes
  2. Menentukan keterandalan butir-butir tes
  3. Menentuka norma yang dipakai

Terdapat dua norma yang dipakai, yaitu Penilaian Acuan Norma (PAN) dan Penilaian Acuan Patokan (PAP).

  1. Membuat panduan tes

Panduan tes adalah untuk memperkenalkan secara lengkap kepada pemakai tentang tes yang akan dijalani.

 

IX. Jenis jenis Tes Untuk Evaluasi

a)      Observasi langsung

Pengamatan langsung merupakan cara dimana kita memperoleh informasi tentang usaha-usaha murid untuk memperoleh suatu kemampuan motorik. Banyak perilaku yang bisa diamati antara lain sikap sportif, tingkat penyesuaian diri dengan lingkungan dan disiplin.

b)      Ujian lisan

Tes ini jarang dilakukan dalam pendidikan jasmani sebagai sistem evaluasi. Ujian lisan dapat digunakan untuk menilai kemampuan kognitif.

c)      Tes esai

Tes dimana murid diberi pertanyaan dengan jawaban yang luas untuk menggali daya ingat siswa tentang materi yang telah diberikan.

d)     Tes jawaban pendek

Lebih mengacu pada tes objektif karena respon-responnya mengarah pada penilaian objektif dan dapat dipercaya. Pertanyaan-pertanyaan tes jawaban pendek dapat dikelompokkan dalam 2 jenis utama yaitu jenis pemilihan dan jenis melengkapi.

Keuntungan tes ini :

1). Guru dapat menyentuh konsep-konsep yang sudah dipelajari murid dalam jumlah banyak.

2). Pemberian skor cepat, mudah, dan dapat dipercaya.

3). Sejumlah besar murid dapat diuji dan dinilai dalam rentang waktu yang pendek.

e)      Tes penampilan motorik

Tes ini memusatkan perhatian pada koordinasi-koordinasi saraf otot individu, bertentangan dengan tes pengetahuan, yang terutama sekali memfokuskan perhatian pada proses mental.  Aplikasi tes ini dalam pendidikan jasmani meliputi tes kemampuan motorik, tes kemampuan fisik dan kekuatan, tes tanggapan motorik, dan tes kemampuan olahraga.

 

X. Langkah-langkah Dalam Menyusun Tes Pengetahuan

  1. Merencanakan ujian
    1. Menentukan tujuan ujian
    2. Mengembangkan suatu table spesifikasi atau garis besar suatu tes
    3. Mempersiapkan ujian
      1. Menentukan isi atau validitas kurikulum
      2. Menentukan jenis-jenis soal
      3. Menyiapkan atau menulis soal-soal
      4. Menyusun artikel-artikel dalam tempat yang pantas pada tes
      5. Menyiapkan petunjuk bagi pelaksanaan dan pemberian skor tes
      6. Melaksanakan ujian
      7. Menentukan kualitas tes
        1. Artikel penilaian analisa kesukaran, artikel perbedaan, pemanfaatan respons-respons
        2. Tes Validitas
        3. Tes Reabilitas
        4. Tes Objektivitas
        5. Merevisi soal-soal tes jika diperlukan
        6. Mengembangkan norma-norma

 

 

 

 

XI. Komponen Keterampilan Motorik

  1. Kekuatan dan daya tahan otot

Unsur-unsur kekuatan dalam tes meliputi :

  1. Kekuatan pegangan tangan kanan
  2. Kekuatan pegangan tangan kiri
  3. Kekuatan lengan
  4. Kekuatan punggung
  5. Kekuatan tangan
  6. Kelentukan dan keseimbangan

Tes ini meliputi :

  1. Tes fleksibilitas punggung

Tes ini dilakukan untuk mengukur tingkat kelentukan otot harmstring dan betis. Siswa duduk selonjor di lantai, kedua telapak kaki dirapatkan pada bagian samping alat. Dengan didorong oleh kawan ke depan dan dengan ujung jari berusaha menyentuh mistar yang sudah berisikan angka.

  1. b. Stork stand
  2. Modifikasi tes keseimbangan dinamis bass
  3. Ketangkasan dan koordinasi (Termasuk tes koordinasi mata-tangan)

Tesnya antara lain :

  1. a. Squat trust
  2. Lemparan bola softball berulang-ulang
  3. Dribble dalam bolabasket
  4. Menggiring bola dalam sepak bola

 

 

 

 

 

 

 

 

XII. Tes pada Anak Usia Pra-sekolah dan Awal Sekolah Dasar

  1. Evaluasi Pola Gerak Motor-Persepsual

Tes ini membantu guru mengintensifkan kemampuan untuk mengobservasi gerakan anak pra-sekolah dan awal sekolah dasar. Tujuan evaluasi subjektif ini adalah mengobservasi anak-anak, bagaimana mereka menampilkan variasi aktivitas fisik selama di sekolah dan membuat keputusan yang berkaitan dengan kebutuhan untuk membantunya.

  1. Diagnostik Tes Kemampuan Motorik
    1. Sasaran lempar
    2. Menarik otot harmstring dan punggung
    3. Lompat jauh tanpa awalan
    4. Push-up
    5. Kelincahan lari

TES DAN PENGUKURAN

Identifikasi jenis – jenis materi tes, pengukuran, dan evaluasi dalam pendidikan jasmani dan olahraga.

 

HASIL DISKUSI

1. Jenis – jenis materi tes, pengukuran, dan evaluasi dalam olahraga ada 6, yaitu :

a. Pengukuran Antropometrik

Pengukuran antropometrik adalah pengukuran terhadap bagian – bagian tubuh, yang berfungsi untuk menentukan status gizi seseorang dengan bersumber pada tulang, otot, dan lemak, menentukan tipe-tipe tubuh manusia, dan mengetahui pertumbuhan dan perkembangan tubuh seseorang. Contoh dari pengukuran antropometrik ini antara lain pengukurtan tinggi dan berat badan, panjang lengan dan tungkai, lingkar lengan dan paha, serta kapasitas paru, dan lain-lain.

 

b. Tes Fungsi Jantung (Kardiovaskuler)

Tokoh yang mempopulerkan tes ini adalah Mosso.  Tujuan dari tes ini yaitu untuk mengetahui kemampuan jantung dan paru-paru beradaptasi terhadap pekerjaan atau latihan.  Penekanan tes ini yaitu untuk mengetahui kondisi umum dan sifat dari denyut jantung.  Macam – macam tes fungsi jantung antara lain : pengukuran tekanan darah, balke Treadmill test, tes kelelahan dari Carlson, tes Foster (lari di tempat), tes naik turun bangku, tes lari 12 menit, tes lari 2,4 km.  Sedangkan menurut Mathews (1978) dan Bosco (1983) macam pengukuran ini antara lain : tekanan darah, denyut nadi, kapasitas vital, menahan napas, konsumsi oksigen (VO2 max), metabolism basal, produksi jantung dan analisa darah untuk hemoglobin dan sel darah merah.

 

c. Kemampuan Gerak Umum

Tes kemampuan fisik umum melibatkan unsur, lompat, manjat dan lempar. Tes kemampuan umum bergerak ini meliputi tes kelincahan, kekuatan, keseimbangan dan kelentukan. Tes kelincahan misalnya shuttle run, tes kekuatan meliputi push up, sit-up dan pull up, tes keseimbangan misalnya meniti bangku swedia, tes kelentukan misalnya cium lutut.

 

 

d. Kesegaran Jasmani

Kesegaran jasmani adalah kemampuan seseorang untuk melakukan berbagai aktivitas fisik yang layak tanpa mengalami kelelahan yang berarti. Tes yang dilakukan antara lain tes lari 2,4 km, lari 12 menit dan naik turun bangku swedia.

 

e. Prestasi Olahraga

Tes prestasi olahraga adalah suatu tes untuk mengukur tingkat prestasi dari ketangkasan dasar berolahraga seperti aktivitas dalam atletik yang meliputi melempar  jauh dengan tepat, keterampilan sepak bola yang meliputi menendang bola dengan tepat.

 

f. Keterampilan Olahraga

Tes keterampilan olahraga dibuat untuk meramalkan potensi kemampuan bermain dan menilai status sekarang atau tingkat kemampuan dalam cabang olahraga tertentu. Tes ini mengukur keterampilan atau teknik dasar dalam olahraga khususnya cabang olahraga permainan.

Tenis Lapangan      : Tes pukulan forehand dan backhand

Tes service dan ketepatan

Bolabasket              : Menggiring bola zig-zag

Ketepatan menembak bola ke ring

Sepakbola               : Tes menggiring bola zig-zag

Tes menendang bola ke sasaran

 

Identifikasi jenis evaluasi

 

a)      Observasi langsung

Pengamatan langsung merupakan cara dimana kita memperoleh informasi tentang usaha-usaha murid untuk memperoleh suatu kemampuan motorik. Banyak perilaku yang bisa diamati antara lain sikap sportif, tingkat penyesuaian diri dengan lingkungan dan disiplin.

 

 

b)      Ujian lisan

Tes ini jarang dilakukan dalam pendidikan jasmani sebagai sistem evaluasi. Ujian lisan dapat digunakan untuk menilai kemampuan kognitif.

 

c)      Tes esai

Tes dimana murid diberi pertanyaan dengan jawaban yang luas untuk menggali daya ingat siswa tentang materi yang telah diberikan.

 

d)     Tes jawaban pendek

Lebih mengacu pada tes objektif karena respon-responnya mengarah pada penilaian objektif dan dapat dipercaya. Pertanyaan-pertanyaan tes jawaban pendek dapat dikelompokkan dalam 2 jenis utama yaitu jenis pemilihan dan jenis melengkapi.

Keuntungan tes ini :

1). Guru dapat menyentuh konsep-konsep yang sudah dipelajari murid dalam jumlah banyak.

2). Pemberian skor cepat, mudah, dan dapat dipercaya.

3). Sejumlah besar murid dapat diuji dan dinilai dalam rentang waktu yang pendek.

 

e)      Tes penampilan motorik

Tes ini memusatkan perhatian pada koordinasi-koordinasi saraf otot individu, bertentangan dengan tes pengetahuan, yang terutama sekali memfokuskan perhatian pada proses mental.  Aplikasi tes ini dalam pendidikan jasmani meliputi tes kemampuan motorik, tes kemampuan fisik dan kekuatan, tes tanggapan motorik, dan tes kemampuan olahraga.

MEKANISME PERTAHANAN DIRI (PSIKOLOGI PENJAS)

Anxiety atau ketakutan yang berkecambuk dalam hati individu atau tim merupakan gejala yang umum dalam olahraga. Anxiety adalah reaksi terhadap perasaan “khawatir” akan terancam keamanan pribadinya (personal securitynya), dan anxiety akan selamanya berkecambuk dalam kehidupan seorang atlit. Oleh karena itu, maka seorang atlet membutuhkan suatu mekanisme di dalam kepribadiannya untuk megatasi atau membebaskan dirinya dari perasaan tersebut.

 

Ada banyak perilaku – perilaku yang dilakukan seorang atlet untuk menutupi perasaan anxiety yang dialaminya, antara lain sebagai berikut :

a.   Dengan bersikap sombong;

b.   “Show off” (pamer atau perangaan), misalnya saja dengan menggunakan baju yang menyolok potongan atau            warnanya, jaket yang menyeramkan dilengkapi dengan rambut kumis gondrong dan kacamata hitam, tempat yang paling aman untuk bersembunyi, serta bisa berfungsi sebagai topeng untuk menyembunyikan perasaan-perasaan yang sebenarnya;

c.    Main “kotor” atau menipu, cara ini adalah cara yang kurang wajar dari seorang atlet yang ingin menang dari  lawan yang berat atau sulit dikalahkan. Seorang coach berkewajiban untuk mencari penyebab sebenarnya dari gejala-gejala yang dilakukan oleh atlitnya.

 

2.1 Definisi Mekanisme Pertahanan Diri

Istilah mekanisme pertahanan umum digunakan dalam usaha penyisihan (warding off) dan ditujukan terhadap dorongan naluri. Dorongan naluri disisihkan karena sesungguhnya setiap penyisihan merupakan defensi terhadap afek. Pertahanan langsung terhadap afek, merupakan defense yang lebih archaik (primitif), kurang sistematik, namun lebih memainkan peranan. Namun pertahanan akan tertuju terhadap dorongan naluri, dan umumnya lebih penting dalam hal terjadinya patogenesa neurosa, dan pertahanan tersebut bersifat lebih tersusun dan terorganisasi.

2.2 Tujuan dan Sifat – Sifat Mekanisme Pertahanan Diri

Mekanisme pertahanan diri yang dilakukan oleh seorang atlet atau manusia bertujuan untuk :

1.      memperlunak atau mengurangi risiko kegagalan;

2.      mengurangi kecemasan (anxiety);

3.      mengurangi perasaan yang menyakitkan; dan

4.      mempertahankan perasaan layak (aman) dan harga diri.

 

Selain memiliki tujuan, mekanisme pertahanan diri mempunyai beberapa sifat atau karakteristik, antara lain :

1.      kurang realistik,

2.      tidak berorientasi kepada tugas,

3.      mengandung penipuan diri, dan

4.      sebagian  besar bekerja secara tidak disadari sehingga sukar untuk dinilai             dan dievaluasi secara sadar.

 

2.3 Aspek Penting Psikologi Olahraga dalam Mekanisme Pertahanan Diri

2.3.1 Emosi

Faktor-faktor emosi dalam diri atlet menyangkut sikap dan perasaan atlet secara pribadi terhadap diri sendiri, pelatih maupun hal-hal lain di sekelilingnya. Bentuk-bentuk emosi dikenal sebagai perasaan seperti senang, sedih, marah, cemas, takut, dan sebagainya. Bentuk-bentuk emosi tersebut terdapat pada setiap orang. Akan tetapi yang perlu diperhatikan di sini adalah bagaimana kita mengendalikan emosi tersebut agar tidak merugikan diri sendiri.

 

Pengendalian emosi dalam pertandingan olahraga seringkali menjadi faktor penentu kemenangan. Para pelatih harus mengetahui dengan jelas bagaimana gejolak emosi atlet asuhannya, bukan saja dalam pertandingan tetapi juga dalam latihan dan kehidupan sehari-hari. Pelatih perlu tahu kapan dan hal apa saja yang dapat membuat atletnya marah, senang, sedih, takut, dan sebagainya. Dengan demikian pelatih perlu juga mencari data-data untuk mengendalikan emosi para atlet asuhannya. yang tentu saja akan berbeda antara atlet yang satu dengan atlet lainnya.

 

Gejolak emosi dapat mengganggu keseimbangan psikofisiologis seperti gemetar, sakit perut, kejang otot, dan sebagainya. Dengan terganggunya keseimbangan fisiologis maka konsentrasi pun akan terganggu, sehingga atlet tidak dapat tampil maksimal. Seringkali seorang atlet mengalami ketegangan yang memuncak hanya beberapa saat sebelum pertandingan dimulai. Demikian hebatnya ketegangan tersebut sampai ia tidak dapat melakukan awalan dengan baik. Apalagi jika lawannya dapat menekan dan penonton pun tidak berpihak padanya, maka dapat dibayangkan atlet tersebut tidak akan dapat bermain baik. Konsentrasinya akan buyar, strategi yang sudah disiapkan tidak dapat dijalankan, bahkan ia tidak tahu harus berbuat apa.

 

Disinilah perlunya dipelajari cara-cara mengatasi ketegangan (stress management). Sebelum pelatih mencoba mengatasi ketegangan atletnya. terlebih dulu harus diketahui sumber-sumber ketegangan tersebut. Untuk mengetahuinya, diperlukan adanya komunikasi yang baik antara pelatih dengan atlet.

 

2.3.2 Kecemasan dan Ketegangan

Kecemasan biasanya berhubungan dengan perasaan takut akan kehilangan sesuatu, kegagalan, rasa salah, takut mengecewakan orang lain, dan perasaan tidak enak lainnya. Kecemasan-kecemasan tersebut membuat atlet menjadi tegang, sehingga bila ia terjun ke dalam pertandingan maka dapat dipastikan penampilannya tidak akan optimal. Untuk itu, telah banyak diketahui berbagai teknik untuk mengatasi kecemasan dan ketegangan yang penggunaannya tergantung dari macam kecemasannya.

 

Sebagai usaha untuk dapat mengatasi ketegangan dan kecemasan, khususnya dalam menghadapi pertandingan, ada beberapa teknik yang dapat dilakukan seperti berikut ini :

a. Mengidentifikasi dan menemukan sumber utama dan permasalahan yang     menimbulkan   kecemasan.

b.  Melakukan latihan simulasi, yaitu latihan di bawah kondisi seperti dalam    pertandingan sesungguhnya.

c. Berusaha untuk mengingat, memikirkan, dan merasakan kembali saat-saat   ketika mencapai penampilan paling baik atau paling mengesankan.

d. Melakukan latihan relaksasi progresif, yaitu melakukan peregangan alau      pengendoran otot-otot tertentu secara sistematis dalam waktu tertentu.

e. Melakukan latihan otogenik, yaitu bentuk latihan relaksasi yang secara         sistematis memikirkan dan merasakan bagian-bagian tubuh sebagai hangat dan berat.

f. Makukan latihan pernapasan dengan bernapas melalui mulut dan hidung      serta secara sadar bernapas dengan menggunakan diafragma.

g.  Mendengarkan musik (untuk mengalihkan perhatian).

h.  Berbincang-bincang, berada dalam situasi sosial (untuk mengalihkan           perhatian).

i.   Membuat pernyataan-pernyataan positif terhadap diri sendiri untuk             melakukan sesuatu yang diperlukan saat itu.

2.4 Bentuk – Bentuk dari Mekanisme Pertahanan Diri

2.4.1 Represi

Represi merupakan bentuk paling dasar diantara mekanisme lainnya. Suatu cara pertahanan untuk menyingkirkan dari kesadaran pikiran dan perasaan yang mengancam. Represi adalah mekanisme yang dipakai untuk menyembuhkan hal-hal yang kurang baik pada diri kita kea lam bawah sadar kita. Dengan mekanisme ini kita akan terhindar dari situasi tanpa kehilangan wibawa kita. Demikian pula dalam keolahragaan  atlit-atlit yang terlatih mempunyai kemampuan untuk merepress dan mengubur pikiran-pikiran yang tidak baik yang bila tidak ditekan mungkin akan mengakibatkan tindakan-tindakan yang salah. Contohya yaitu ketika di pertandingan bola basket seorang atlet putri memakai kostum yang terlalu besar atau terbuka sehingga dia tidak nyaman terhadap situasi tersebut pada awal petandingan. Akan tetapi, setelah pertandingan berlangsung beberapa menit, maka dengan mekanisme represi ini perasaan tersebut akan hilang dari pikiran atlet.

2.4.2. Supresi

Suatu proses yang digolongkan sebagai mekanisme pertahanan tetapi sebenarnya merupakan analog dari represi yang disadari. Perbedaan supresi dengan represi yaitu, pada supresi seseorang secara sadar menolak pikirannya keluar alam sadarnya dan memikirkan yang lain. Dengan demikian supresi tidak begitu berbahaya terhadap kesehatan jiwa, karena terjadinya dengan sengaja, sehingga ia mengetahui apa yang dibuatnya. Contohnya : saat menuju ke tempat pertandingan atau sebelum pertandingan dimulai ada beberapa atlet yang sering dilihat sedang mendengarkan musik atau berbincang-bincang dengan rekan setimnya tentang bahasan diluar pertandingan tersebut. Hal ini dimaksudkan untuk mengalihkan perhatiannya untuk sementara waktu guna mengatasi ketegangan yang dihadapi.

2.4.3 Penyangkalan (denial)

Mekanisme pertahanan ini paling sederhana dan primitive. Penyangkalan berusaha untuk melindungi diri sendiri terhadap kenyataan yang tidak menyenangkan. Hal ini dilakukan dengan cara melarikan diri dari kenyataan atau kesibukan dengan hal-hal lain. Penghindaran atau penyangkalan diri dari aspek yang menyakitkan pada kenyataan dengan cara menghilangkan data sensoris. Contohnya : seorang guru pendidikan jasmani yang sedang memberikan penjelasan tentang sebuah materi (misalnya : menendang bola dengan kaki bagian luar) tetapi saat memberikan contoh kepada siswa-siswa guru tersebut melakukan gerakan yang kurang sempurna atau bahkan salah, maka biasanya seorang guru akan mengatakan “itu tadi adalah contoh yang salah”.

 

2.4.4 Proyeksi

Proyeksi merupakan usaha untuk menyalahkan orang lain mengenai kegagalannya, kesulitannya atau keinginan yang tidak baik. Misalnya presentasi olahraga yang kurang baik dengan alasan sedang sakit flu atau tidak naik kelas karena gurunya sentiment. Dolah dan Holladay (1967) berpendapat bahwa proyeksi adalah contoh dari cara untuk memungkiri tanggung jawab kita terhadap implus-implus dan pikiran-pikiran dengan melimpahkan kepada orang lain dan tidak pada kepribadian diri sendiri.

 

Sebenarnya setiap manusia tidak akan luput dari kegagalan adalah suatu kenyataan hidup.setiap kegagalan hendaknya menjadi pelajaran bagi kita untuk menjadi manusia yang lebih baik. Akan tetapi banyak atlit yang tidak bisa mengambil pelajaran atas kesalahan-kesalahan yang telah dibuatnya dan selalu melakukan proyeksi, selalu menyalahkan orang lain. Contoh :  pemain sepak bola yang gagal menyarangkan bola ke dalam gawang yang sudah ditinggalkan penjaga gawang mengatakan bahwa “lapangan tidak rata dan saya sukar mengontrol bola pada saat itu”. Dengan memberikan alasan tersebut diharapkan agar atlet yang bersangkutan tidak disalahkan atas kesalahan yang telah diperbuatnya. Melalui contoh tersebut  dapat dilihat bahwa mekanisme mental dari projection sebagai proyeksi yang tidak sehat terhadap pikiran dan keinginan atlit yang tidak mau mengakui bahwa pikiran dan keinginan tersebut sebenarnya kemampuannya.

2.4.5 Sublimasi

Sublimasi merupakan dorongan kehendak atau cita-cita yang yang tidak dapat diterima oleh norma-norma di masyarakat lalu disalurkan menjadi bentuk lain yang lebih dapat diterima bahkan ada yang mengagumi. Seseorang  yang mempunyai dorongan kuat untuk berkelahi disalurkan dalam olahraga keras misalnya bertinju, gulat, pencak silat, dan lain sebagainya. Selain itu, contoh dalam kehidupan sehari – hari yaitu mengisap permen sebagai sublimasi kenikmatan menghisap ibu jari.

2.4.6 Reaksi Formasi

Reaksi formasi atau penyusunan reaksi mencegah keinginan yang berbahaya baik yang diekspresikan dengan cara melebih-lebihkan sikap dan prilaku yang berlawanan dan menggunakannya sebagai rintangan untuk dilakukannya. Misalnya seorang atlet yang iri hati terhadap prestasi lawannya, maka ia akan memperlihatkan sikap yang sebaliknya, yaitu sangat menghormatinya (memuji) secara berlebihan. Contoh lain seorang yang secara fanatik melarang perjudian dan kejahatan lain dengan maksud agar dapat menekan kecenderungan dirinya sendiri ke arah itu.

2.4.7 Introyeksi

Introyeksi akan terjadi bila seseorang menerima dan memasukkan ke dalam pendiriannya berbagai aspek keadaan yang akan mengancamnya. Hal ini dimulai sejak kecil, pada waktu seseorang anak belajar mematuhi dan menerima serta menjadi memiliki beberapa nilai serta peraturan masyarakat. Lalu ia dapat mengendalikan perilaku dan dapat mencegah pelanggaran serta hukuman sebagai akibatnya. Dalam pemerintahan dan kekuasaan yang otoriter maka banyak orang mengintroyeksikan nilai-nilai kepercayaan baru sebagai perlindungan terhadap perilaku yang dapat menyusahkan mereka. Contoh dalam sepak bola : seorang atlet yang sering melakukan pelanggaran di awal debutnya dan sering mendapatkan denda atau hukuman, maka dipertandingan berikutnya ia akan mengendalikan perilaku dan dapat mencegah pelanggaran tersebut.

2.4.8 Pengelakan atau Salah Pindah (Displacement)

Terjadi apabila kebencian terhadap seseorang dicurahkan atau “dielakkan” kepada orang atau obyek lain yang kurang membahayakan. Seseorang yang dimarahi oleh atasannya  dielakkan atau dicurahkan kepada istri, anaknya atau pembantunya. Dalam bola basket misanya, seorang atlet yang timnya menderita kekalahan dalam sebuah partai final, dan atlet tersebut performanya buruk, lalu seusai pertandingan berakhir, kekecewaannya akan dielakkan terhadap adik-adiknya dirumah atau barang-barang di kamarnya.

2.4.9 Rasionalisasi

Rasionalisasi merupakan upaya untuk membuktikan bahwa perilakunya itu masuk akal (rasional) dan dapat disetujui oleh dirinya sendiri dan masyarakat. Contohnya membatalkan pertandingan olah raga dengan alasan sakit dan akan ada ujian, padahal ia takut kalah. Contoh lain yaitu melakukan korupsi dengan alasan gaji tidak cukup.

2.4.10 Simbolisasi

Simbolisasi merupakan suatu mekanisme apabila suatu ide atau obyek digunakan untuk mewakili ide atau obyek lain, sehingga sering dinyatakan bahwa simbolisme merupakan bahasa dari alam tak sadar. Menulis dengan tinta merah merupakan simbol dari kemarahan. Demikian pula warna pakaian, cara bicara, cara berjalan, tulisan dan sebagainya merupakan simbol-simbol yang tak disadari oleh orang yang bersangkutan. Contohnya : ketika dalam keadaan tertekan (timnya dalam posisi tertinggal) seorang atlet mengingatkan rekan timnya dengan raut wajah yang penuh amarah dan nada suara yang tinggi.

 

2.4.11 Konversi

Konversi merupakan proses psikologi dengan menggunakan mekanisme represi, identifikasi, penyangkalan, pengelakan dan simbolis. Suatu konflik yang berakibat penderitaan afek akan dikonversikan menjadi terhambatannya fungsi motorik atau sensorik dalam upayanya menetralisasikan pelepasan afek. Dengan paralisis atau dengan gangguan sensorik, maka konflik dielakkan dan afek ditekan. Hambatan fungsi merupakan simbol dari keinginan yang ditekan. Misalnya : seorang pemain voli yang sedang menagalami konflik pribadi dan bermain sangat buruk dari tim yang mengalami kekalahan, dia menyebutkan berbagai alasan bahwa kekalahan timnya itu bukan karena dia (mengelak).  Padahal yang sebenarnya terjadi yaitu atlet tersebut tidak dapat mempertahankan dirinya dari masalah pribadinya dan terbawa dipertandingan sehingga semua instruksi yang diberikan pelatih tidak dapat diaplikasikannya di lapangan.

 

2.4.12 Identifikasi

Identifikasi merupakan upaya untuk menambah rasa percaya diri dengan menyamakan diri dengan orang lain atau institusi yang mempunyai nama. Misalnya seseorang yang meniru gaya orang yang terkenal atau mengidentifikasikan dirinya dengan jawatannya atau daerahnya yang maju. Contoh lainnya yaitu : seorang playmaker dalam bola basket menyamakan dirnya dengan Mario Wuysang (pemain timnas Indonesia) untuk menambah kepercayaan dirinya.

2.4.13 Regresi

Regresi merupakan upaya untuk mundur ke tingkat perkembangan yang lebih rendah dengan respons yang kurang matang dan biasanya dengan aspirasi yang kurang. Contohnya ; anak yang sudah besar mengompol atau mengisap jarinya atau marah-marah seperti anak kecil agar keinginannya dipenuhi.

2.4.14 Kompensasi

Kompensasi merupakan upaya untuk menutupi kelemahan dengan menonjolkan sifat yang diinginkan atau pemuasan secara frustasi dalam bidang lain. Kompensasi ini dirangsang oleh suatu masyarakat yang bersaing. Karena itu yang bersangkutan sering membandingkan dirinya dengan orang lain. Misalnya karena kurang mampu dalam pelajaran di sekolah dikompensasiakan dalam juara olah raga atau sering berkelahi agar ditakuti.     Contoh lain yaitu orang yang gagal dalam cinta kemudian mencurahkan seluruh perhatiannya dalam bentuk musik dan akhirnya menjadi seorang musikus termashur. Bahkan Banyak atlit yang pada waktu kecilnya sakit-sakitan, lemh, malah lumpuh seperti misalnya Glen Cunningham, Wilma Rudolf, Ernie Shelton setelah berlatih keras dan bekerja berat kemudian menjadi juara-juara dunia.

2.4.15 Pelepasan (Undoing)

Pelepasan merupakan upaya untuk menebus kesalahan sehingga dengan demikian meniadakan keinginan atau tindakan yang tidak bermoral. Contohnya, misalnya seorang pemain yang seringkali bermain kasar atau keras (kurang sesuai dengan etika bertanding) akan memberikan sumbangan-sumbangan besar untuk aktivitas sosial.

2.4.16 Penyekatan Emosional (Emotional Insulation)

Penyekatan emosional akan terjadi apabila seseorang mempunyai tingkat keterlibatan emosionalnya dalam keadaan yang dapat menimbulkan kekecewaan atau yang menyakitkan. Sebagai contoh, melindungi diri terhadap kekecewaan dan penderitaan dengan cara menyerah dan menjadi orang yang menerima secara pasif apa saja yang terjadi dalam kehidupan.

2.4.17 Isolasi (Intelektualisasi dan disosiasi)

Isolisasi merupakan bentuk penyekatan emosional. Misalnya seorang pelatih yang timnya mengalami kegagalan maka kesedihannya akan dikurangi dengan mengatakan “sudah nasibnya” atau “kurang beruntung”  dan sambil tersenyum.

2.4.18 Pemeranan (Acting out)

Pemeran mempunyai sifat yaitu dapat mengurangi kecemasan yang dibangkitkan oleh berbagai keinginan yang terlarang dengan membiarkan ekspresi dalam melakukannya. Contohnya : seorang atlet basket biasanya akan berpura – pura melindungi bola (pivot) saat ada lawan yang menjaga dengan posisi yang salah padahal dia hendak mencederai lawan dengan pivot dalam kondisi siku keluar, hal ini sangat berbahaya bagi lawan.

KULIAH DI FIK UNIV. NEGERI MALANG

KESAN SELAMA AKU KULIAH DI FIK PRODI PJK

 

FIK berbeda dengan fakultas lainnya yang ada di Universitas Negeri Malang. Mahasiswa FIK terutama prodi PJK dituntut mempunyai kemampuan fisik, mental dan kecerdasan otak.  Mungkin bagi orang yang tidak tahu, mereka menganggap bahwa mahasiswa FIK hanya kuliah menggunakan otot saja tanpa otak, padahal tidak seperti yang mereka bayangkan. Mahasiswa juga diajarkan tentang Ilmu urai, Ilmu faal, biomekanika, kinesiologi, dan ilmu gizi layaknya mata kuliah yang harus dipelajari oleh mahasiswa fakultas Kedokteran.

 

FIK UM mempunyai tradisi / habit yaitu ketika mahasiswa bertemu dengan dosen FIK dimanapun tempatnya dan kapanpun waktunya, maka mahasiswa tersebut pasti bersalaman (mencium tangan dosennya) sebagai tanda hormat dan keakraban keluarga besar FIK UM. Oleh karena itu, mahasiswa dan dosen FIK UM saat di luar kelas (tidak dalam kegiatan belajar) sering kali terlihat asyik  bersenda gurau layaknya orang tua dengan anaknya, tetapi tetap menggunakan sopan santun dan etika. Maka dari itu, hingga saat ini (semester 5) saya senang dan bersemangat untuk melanjutkan kuliah saya di FIK UM hingga nantinya mendapatkan gelar S1 PJK.

 


FIK…..KER…..